Sebuah novel yang gak akan rugi kalau kamu mengambil sedikit jatah uang
sakumu untuk membelinya : Supernova, Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh.
By Dee (Dewi Lestari)
Novel ini tapi novel dewasa. Sebaiknya jangan baca dulu kalau kamu merasa masih anak-anak.
Novel ini mengisahkan 2 tokoh homoseksual Reuben dan Dimas yang berikrar
untuk membuat sebuah masterpiece. Mereka ingin membuat roman sastra
berdimensi luas yang mampu menggerakkan hati banyak orang. Satu tulisan
riset yang membantu menjembatani semua percabangan sains. Reuben lulusan
Johns Hopkins Medical School dengan nilai cumlaude dan Dimas lulusan
English literature dari George Washington University.
Reuben yang berkarakter saklek, model-modelnya scientist dan Dimas
seorang lelaki romantic yang menurut bahasa Reuben adalah seorang
manusia nuansa yang memiliki imajinasi begitu kaya seperti fractal
diarea infinit Peta Mandelbrot. Ini aku kata-katanya nyontek dari novel
ini. Reuben memang diceritakan sebagai seorang penikmat ilmu sains yang
senang ber-teori-ria dalam mengungkapakn sesuatu. Fisika, psikologi,
filsafat, seperti tergabung dalam kepala Reuben. Ini juga yang menjadi
bobot tersendiri dari novel karya Dee ini. Isi cerita di novel ini
menghadirkan tentang proses kreatif dan isi dari novel masterpiece yang
ingin Reuben dan Dimas buat itu sendiri. Novel yang menceritakan
novel.
Entah bagaimana daya imajinasi Dee bisa sehebat itu dalam membuat novel
Supernova, Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh ini. Kata-kata dan setiap
isi buku ini menjadi asupan pengetahuan baru sekaligus cerita yang segar
dalam dunia sastra, yang pernah aku baca. Aku sendiri sebenarnya bukan
geek sastra. Cuma suka baca novel aja sih kalo lagi kosong. Tapi ini
adalah salah satu novel terspektakuler yang pernah aku baca. Kenapa aku
berani bilang gitu? karena orang-orang “besar” yang berkomentar
dihalaman depan novel ini udah berkomentar semacam itu pula. Dan sejauh
ini aku sepakat.
Karya masterpiece yang diceritakan Reuben dan Dimas adalah kisah tentang
4 orang manusia dewasa yang terjebak dalam kehidupan orang dewasa yang
rumit. Diceritakan tokoh Rana, Ferre, Arwin, dan Diva. Rana seorang
wanita, jurnalis dengan jam terbang tinggi yang karena terpaksa menjadi
lulusan Teknik Industri ITB. Hidupnya selama kecil sampai dewasa serba
diatur dan tidak bebas. Rana waktu itu 25 tahun menikah dengan Arwin
pria 7 tahun diatas Rana, mapan, baik dan sempurna menurut pandangan
orang pada umumnya. Awalnya mereka bahagia, tapi lama-lama Rana menjadi
sangat bosan dan merasa kehilangan sesuatu, ia menyadari banyak
kesalahan yang telah ia lakukan selama ini dalam memilih Arwin sebagai
suaminya. Arwin sangat mencintai Rana hingga Arwin nggak pernah punya
salah apa-apa sama Rana, dan itulah satu-satunya kesalahan Arwin dimata
Rana. Arwin terlalu baik.
Dalam perjalanan rumah tangga mereka Rana bertemu laki-laki lain dan
jatuh cinta padanya. Ferre, laki-laki yang dianggap paling luar biasa
pas menurut Rana. Seperti kepingan yang begitu pasnya menempati ruang
kosong dalam diri Rana. Ferre seorang lelaki yang pintar dan sukses
bukan main diusianya yang masih muda. Ferre single dan belum pernah
menikah. Usianya menuju 30 tahun. Rana dan Ferre bertemu dalam
kesempatan wawancara kemudian keduanya merasakan jatuh cinta setelah
terlibat perbincangan menarik siang itu. Ferre seperti menemukan tokoh
Putri dalam dongeng masa kecilnya dahulu. Ferre sebagai sang Kesatria.
Rana sebagai sang Putri.
Begini cerita dalam dongeng tersebut.
Kesatria Jatuh cinta pada Putri bungsu
dari kerajaan bidadari.
Sang Putri naik ke langit.
Kesatria kebingungan.
Kesatria pintar naik kuda dan bermain pedang,
tapi tidak tahu caranya terbang.
Kesatria keluar dari kastel untuk belajar terbang
pada kupu-kupu.
Tetapi, kupu-kupu hanya bisa menempatkannya
di pucuk pohon.
Kesatria lalu belajar pada burung gereja.
Burung gereja hanya mampu mengajarinya
sampai ke atas menara.
Kesatria kemudian berguru pada burung elang,
Burung elang hanya mampu membawanya
Ke puncak gunung.
Tak ada unggas bersayap yang mampu terbang
Lebih tinggi lagi.
Kesatria sedih, tapi tak putus asa.
Kesatria memohon pada angin.
Angin mengajarinya berkeliling mengitari bumi,
Lebih tinggi dari gunung dan awan.
Namun sang Putri masih jauh di awing-awang,
Dan tak ada angin yang mampu menusuk langit.
Kesatria sedih dan kali ini putus asa.
Sampai satu malam, ada Bintang Jatuh yang berhenti
Mendengar tangis dukanya.
Ia menawari Kesatria untuk melesat secepat cahaya.
Melesat lebih cepat dari kilat dan setinggi sejuta langit
Dijadikan satu.
Namun, kalau Kesatria tak mampu mendarat tepat di
Putrinya, ia akan mati.
Hancur dalam kecepatan membahayakan,
Menjadi serbuk yang membedaki langit, dan tamat.
Kesatria setuju. Ia relakan seluruh kepercayaannya pada
Bintang Jatuh menjadi sebuah nyawa.
Dan, ia relakan nyawa itu bergantung hanya pada
Serpih detik yang mematikan.
Bintang Jatuh menggenggam tangannya. “Inilah perjalanan sebuah cinta sejati,” ia berbisik,
“Tutuplah matamu, Kesatria, Katakanlah untuk berhenti begitu
Hatimu merasakan keberadaannya.”
Melesatlah mereka berdua. Dingin yang tak terhingga serasa
Merobek hati Kesatria mungil,
Tapi hangat jiwanya diterangi rasa cinta.
Dan, ia merasakannya. “Berhenti!”
Bintang jatuh melongok kebawah,
Dan ia pun melihat sosok Putri cantik yang kesepian.
Bersinar bagaikan gugus Orion ditengah kelamnya galaksi.
Ia pun jatuh hati.
Dilepaskannya genggaman itu. Sewujud nyawa
Yang terbentuk atas cinta dan percaya.
Kesatria melesat menuju kehancuran.
Sementara sang Bintang mendarat turun
Untuk dapatkan sang Putri.
Kesatria yang malang.
Sebagai balasannya, dilangit kutub dilukisakan aurora.
Untuk mengenang kehalusan dan ketulusan hati Kesatria.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar